Skip to main content

Penjelasan Tentang Budaya Sumo di Japan

1. Sejarah dan Asal-Usul
Sumo adalah olahraga tradisional Jepang yang memiliki akar sejarah sangat tua, bahkan dipercaya telah ada sejak lebih dari 1.500 tahun yang lalu. Awalnya, sumo bukan hanya olahraga, tetapi juga bagian dari ritual keagamaan dalam agama Shinto. Pertarungan sumo dahulu dilakukan untuk menghibur para dewa (kami) dan memohon hasil panen yang baik. Seiring waktu, sumo berkembang menjadi tontonan publik dan olahraga nasional Jepang, namun tetap mempertahankan banyak unsur ritualistiknya hingga sekarang.


2. Aturan dan Filosofi Pertarungan

Dalam sumo, dua pegulat (rikishi) bertanding di dalam lingkaran yang disebut dohyƍ, dengan tujuan mendorong lawan keluar dari lingkaran atau membuatnya menyentuh tanah dengan bagian tubuh selain telapak kaki. Meskipun terlihat seperti adu kekuatan, sumo juga mengandung filosofi disiplin, kehormatan, dan strategi. Pertarungan sering kali hanya berlangsung beberapa detik, tetapi memerlukan latihan bertahun-tahun. Sumo sangat menekankan etiket dan penghormatan terhadap lawan, terlihat dari ritual seperti membungkuk sebelum dan sesudah pertarungan.


3. Kehidupan dan Latihan Pegulat Sumo
Menjadi pegulat sumo bukan hanya profesi, tetapi gaya hidup total. Para pegulat tinggal di asrama khusus yang disebut heya, di mana mereka mengikuti aturan ketat mulai dari pola makan, tidur, berpakaian, hingga berbicara. Mereka bangun pagi-pagi untuk latihan intensif dan menjalani kehidupan yang diatur dengan disiplin tinggi. Makanan khas mereka adalah chanko-nabe, sup berisi daging dan sayuran dalam jumlah besar untuk menjaga berat badan mereka. Hanya pegulat dengan ranking tertinggi yang mendapat hak istimewa tertentu, seperti memiliki kamar sendiri atau menggunakan pakaian yang lebih bebas.


4. Unsur Budaya dan Ritual Suci
Sumo kaya akan simbolisme dan ritual yang berasal dari agama Shinto. Sebelum pertandingan, pegulat akan menaburkan garam ke arena sebagai bentuk penyucian. Mereka juga melakukan ritual shiko (mengangkat kaki dan menghentakkan ke tanah) yang melambangkan pengusiran roh jahat. Selain itu, wasit sumo (gyoji) mengenakan pakaian tradisional mirip pendeta Shinto dan membawa kipas kayu sebagai simbol otoritas. Semua ini menunjukkan bahwa sumo bukan sekadar olahraga, tetapi juga pertunjukan budaya dan spiritual.


5. Peran Sumo dalam Budaya Modern Jepang
Meskipun dunia olahraga modern berkembang pesat, sumo tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya Jepang. Turnamen resmi sumo diadakan enam kali setahun dan disiarkan secara nasional, menarik minat masyarakat dari berbagai generasi. Selain sebagai hiburan, sumo juga dijaga sebagai warisan budaya yang dihormati. Bahkan, banyak sekolah dan komunitas lokal yang mengajarkan nilai-nilai sumo seperti keberanian, rasa hormat, dan kerja keras. Meskipun menghadapi tantangan modern seperti penurunan jumlah pegulat lokal, sumo tetap menjadi simbol kuat dari tradisi Jepang yang bertahan di tengah arus globalisasi.



Comments